Rabu, 29 April 2009

Fenomena Sistem Informasi pada Komisi Pemilihan Umum (KPU)

I. Latar Belakang

Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia, yakni meliputi Pemilihan Umum Anggota DPR/DPD/DPRD, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sebelum Pemilu 2004, KPU terdiri dari anggota-anggota yang merupakan anggota sebuah partai politik, namun setelah dikeluarkannya UU No. 4/2000 pada tahun 2000, maka diharuskan bahwa anggota KPU adalah non-partisan. Ketua KPU periode 2007-2012 adalah Prof. Dr. Abdul Hafiz Anshari A.Z, M.A. Pada awal 2005, KPU digoyang dengan tuduhan korupsi yang diduga melibatkan beberapa anggotanya, termasuk ketua KPU periode tersebut, Nazaruddin Sjamsuddin selain permasalahan korupsi, KPU juga kurang dipercaya kinerjanya bagi masyarakat Indonesia terbukti banyaknya masyarakat yang kecewa dengan kinerja KPU seperti masalah pendataan penduduk yang berakibat pada adanya penduduk yang tidak mendapatkan hak suara, adanya hak suara ganda dan ketidak-akuratan sistem informasi yang dimiliki KPU dalam proses perhitungan suara yang dilakukan kurang transparan.
Tingginya tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap kehandalan sistem informasi (SI) pada komisi pemilihan umum (KPU) baik dari pemain politik dan masyarakat awam akan memunculkan nuansa berbeda di kancah politik Indonesia dimana baru-baru ini Imdonesia melakukan pesta demokrasi untuk pemilihan kepala-kepala daerah dan akan diikuti dengan pemilihan presiden nantinya, kondisi seperti ini sangat rawan dan sensitif apabila sistem informasi KPU belum mampu menghitung secara cepat, tepat dan akurat serta tersedianya tabulasi yang dapat diakses secara on-line. Tetapi kesulitan lain yang juga muncul dimana masyarakat kita belum begitu memahami bagaimana penggunaan sistem informasi secara maksimal walaupun di kalangan masyarakat sendiri persepsinya terbagi, antara yang sinis dengan yang optimis, namun teknologi informasi (TI) sudah terlanjur “memiliki” citra buruk, karena dianggap tak memiliki kredibilitas untuk digunakan dalam sistem penghitungan suara Pemilu yang cepat, tepat dan transparan. Sebagai suatu sistem, TI akan sangat terkait dengan banyak hal yang melingkupinya, yang kesemuanya akan sangat dituntut mampu menunjukkan kinerja yang setara, sedang TI sebagai sistem akan bekerja secara baik kalau sistemnya baik. Oleh karena itu butuh pikiran yang jernih, keinginan yang tinggi untuk memahami dan melihat semua itu, menilai kembali apa yang terjadi, apa yang telah diterapkan dan bagaimana semua proses sistem informasi ini dijalankan.

II. Perumusan Masalah
1) Fenomena sistem informasi pada komisi pemilihan umum (KPU)?
2) Bagaimana sebaiknya sistem informasi pada komisi pemilihan umum (KPU) pada tahun 2009?

III. Analisis
Permasalahan yang selama ini terjadi sangat membutuhkan kesabaran dan keahlian dalam sistem informasi (SI) itu sendiri bagi para pelaksana KPU yang sekarang ini, bukan sebaliknya malah defensif seolah telah melakukan semuanya secara sempurna, sehingga menuding kesalahannya ada pada orang lain. Sebaliknya, perlu keberanian untuk mengungkapkan secara jelas apa yang dilakukan, bagaimana penilaian awal terhadap masalah yang dihadapi, dan pada saat yang sama ada kesediaan untuk menerima kritik, bahkan tudingan sekalipun, sepanjang hal itu proporsional dengan masalah yang dihadapi sehingga dapat menimbulkan dan meningkatkan tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem informasi KPU dan para pelaksana serta pemimpin di KPU itu sendiri.
Selain itu faktor penting yang menyangkut sistem informasi, yang seharusnya dipilih untuk mendukung penyelenggaraan Pemilu 2009 adalah dengan mempertimbangkan proven technology dan melihat track record serta reputasi penyedianya. Dengan demikian, Pemilu 2009 tidak digunakan sebagai lahan uji coba suatu produk atau teknologi apa pun. Pilihan teknologi harus driven process, yakni berorientasi kepada perbaikan, bukan vendor driven yang semata berorientasi pada penyedia teknologi tertentu. Pengalaman pahit terhadap kinerja teknologi informasi Pemilu 2004 yang banyak mendapat kritikan hendaknya tidak terulang lagi oleh karena itu harus ada sistem transformasi yang mampu mengikuti perkembangan zaman dan solusi jitu, terhadap kompleksitas sistem pemilu di negeri ini. Transformasi itu mengacu Grand Design Sistem Informasi Komisi Pemilihan Umum (GDSI-KPU). Dimana fasilitas input data, database hasil penghitungan suara, dan sistem tabulasi merupakan unsur utama dari penghitungan suara elektronik (e-Counting atau Situng). Sedangkan e-Counting atau Situng hanyalah salah satu komponen (aplikasi) dari 28 komponen dari GDSI-KPU, yang dibutuhkan untuk mendukung tahapan pemilu. Ibarat bangunan, GDSI-KPU adalah rancangannya, Sistem Informasi KPU (Sipemilu) adalah bangunannya dan e-Counting atau Situng adalah pintunya. Fasilitas input data barbasis Optical Recognition Technology (ORT) dan tabulasi adalah pintu utama. Sedangkan fasilitas input data dengan cara manual adalah pintu darurat. Kajian tim ahli KPU tentang fasilitas input data menyatakan bahwa dari sisi kualitas yang mencakup kemudahan pengisian form C1-IT, kemudahan dan kecepatan entry data, akurasi, integritas, dan akuntabilitas data serta faktor keamanan, maka penggunaan ORT jauh lebih baik bila dibanding dengan input data manual.
Oleh karena itu sebaiknya dalam Pemilu 2009, input data suara secara elektronik direncanakan menggunakan prinsip Integrated Input Technology (IIT), yang terdiri dari Intelligent Character Recognition (ICR), Optical Mark Reader (OMR), data entry melalui aplikasi, dan data entry dengan digital form (e-Form). Dengan prinsip itu, data/file (misal hasil scaning form C1) dan database hasil konversi serta tabulasinya dapat disimpan lebih baik dan menjadi arsip KPU provinsi/kabupaten/kota yang dapat ditampilkan kembali dengan mudah dan cepat apabila diperlukan. Jika pada suatu saat terjadi sengketa hasil penghitungan suara, file arsip tersebut dapat dimunculkan dan dijadikan salah satu alat bukti yang valid. Dengan demikian, hasil penghitungan suara pemilu tersebut, menjadi lebih akuntabel dan auditabel. Solusi teknologi itu sangat membantu mewujudkan tabulasi hasil pemilu secara cepat dan menarik. Dengan demikian, rakyat tidak dirundung situasi ketidakpastian. Sungguh tontonan yang menarik bila penayangan hasil penghitungan suara didukung perangkat lunak tabulasi grafis berbasis business intelligence dan digital dashboard, yang merupakan suatu sistem informasi yang berfungsi untuk menampilkan data hasil penghitungan suara di setiap wilayah maupun daerah pemilihan, untuk calon anggota DPR dan DPD yang mempunyai kemampuan analisis data (analisis politik/demokrasi) dan memiliki fasilitas reporting yang lengkap berbasis GIS (geographic information system) dan digital dashboard dengan tampilan grafis.
Selain memikirkan faktor akurat, tepat dan transparan, KPU juga harus memikirkan masalah keamanan dari data-data yang ada pada sistem informasi yang dimiliknya karena dengan pesatnya perkembangan teknologi maka akan pesat juga tindak-tindak kejahatan yang terjadi yang tentunya berdampak pada besarnya kemungkinan terjadi kecurangan, seperti jebolnya sistem informasi KPUD di Sulawesi Selatan. Seharusnya sebuah arsitektur teknologi informasi harus didesain dengan jelas, didefinisikan dengan tepat, dan harus disiapkan antisipasi terhadap potensi ganguan-ganguan yang mungkin terjadi. Di samping itu, antara server untuk pelaporan suara atau ke Internet, harus dipisahkan dengan server yang digunakan untuk memproses data dan juga jaringan antara public network dengan private network harus dipisahkan dengan jelas layer by layer (lapisan per lapisan) karena penyatuan server akan sangat riskan terhadap gangguan-gangguan yang muncul. Seharusnya server pengolahan data dan server untuk menampilkan data dipisahkan sehingga apabila ada hacker iseng, server pengolahan data tidak akan terganggu.

IV. Kesimpulan
Dapat dilihat begitu peliknya sistem informasi yang ada di Indonesia saat ini mulai dari keakuratan, ketepatan, kekurang-transparan bahkan kurangnya tingkat keamanan dari database yang dimiliki, tentunya ini menjadi homework bagi KPU dan pemerintah agar tidak terjadi lagi kesalahan-kesalahan sebelumnya pada pemilihan presiden nantinya. Selain itu kerjasama dari masyarakat sangat dibutuhkan oleh KPU untuk kelancaran proses perbaikan dari sistem informasi yang ada, agar tidak terjadi lagi kesalahan seperti : banyaknya masyarakat yang tidak mendapatkan hak suara dan kekerasan yang dapat mewarnai masa-masa setelah pemilu.

V. Daftar Pustaka
Portal Pemilu, 2009. Sistem TI KPU dinilai kurang matang.
Hemat Dwi Nuryanto, 2009. Optimalisasi Sistem Informasi KPU. Pikiran Rakyat
www.wikipedia.com
www.google.com

By. Hayu Yolanda Utami (0849025)
MM UGM Reguler, Bilingual Class 49
Batch 49